Wallpaper Irene Adler sekarang adalah Rachel Bison. 2 orang udah salah orang ketika melihat si Rachel ini, memiripkan dia dengan seorang Avril Lavigne karena gaya rambutnya sebelas dua belas. Plis deh, Avril itu sering pake celak dan dandanannya selalu emo.
Rachel Bison jadi terkenal dan menarik perhatian gue saat gue sadar aksinya di iklan Magnum itu sangat unyu unyu. Dan nyadarnya emang beberapa minggu yang lalu.
Setelah itu gue kaget brand ambassadornya diganti dikarenakan iklan baru eskrim ekslusif itu ceweknya udah diganti.
Gak penting. Curhat aja deh.
Sebelumnya gue mau bilang perihal tentang organisasi dan tetek bengeknya emang kelihatan bullshit, omong kosong. Dulu gue menganggap seperti itu. Gue menutup mata pada masalah yang terjadi diantara temen-temen gue.
Gue merasa everything is alright. Gak ada apa-apa. Gak ada masalah apa-apa.
Dengan rasa cuek yang dibangun dari masa kecil. Pikiran nerd dan introvert sejak lahir memungkinkan gue melakukan itu semua. Ketidakpedulian. Egoisme.
Lalu setelah zona nyaman gue diserang terus dan pada akhirnya gue menyerah pada realita.
Apakah semua ini terpaksa?
Gue bertanya terus pada diri sendiri selama seminggu ini.
Apa gue bisa menerima?
Apa gue bisa ikhlas?
Konsekuensinya adalah gue akan bergabung pada komunitas dimana semua orangnya gue sebut ‘tidak gaul’.
Bukannya menghina mereka. Tapi guenya emang gak bisa mendefinisikan dengan tepat
Dan pada akhirnya gue nulis kayak gini cuma minta pemahaman, suatu hal yang mustahil buat diminta dalam posisi kayak gini….
Gue jadi inget pak SBY. Hahahaha
What’s happening? Gue dalam keadaan bingung setengah mati.
Menjelang 6 hari peresmian masih ada beberapa kubu yang harus gue ladenin.
1. Kubu yang menginginkan segera diresmikan organisasi apapun caranya.
2. Kubu yang menginginkan persiapan dari para pengurus sebelum diresmikan.
Entah bagaimana caranya membuat kubu-kubu ini mendapat kepuasan lah prioritas gue, dan gue tau itu bakalan membuat gue hancur berantakan pada akhirnya…
Hahahaha. Gilak abis.
Gue juga mikir apa itu rumusan yang terbaik ya? Kebanyakan realita sih seperti itu. Dan itu hal yang biasa bagi orang-orang yang udah bisa menerima realita seperti itu.
Trial and error. Trial and error. Trial and error. Terus seperti itu, hingga membuat pak Dahlan Iskan jadi hebat kayak gitu. Mungkin.
Ada pendapat lain?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar