Pada tulisan kedua, menarik untuk disebutkan salah satu
contoh kaum pemuda yang tidak asing dengan politik pada jaman demokrasi liberal
dan demokrasi terpimpin. Disebutkan bahwa organisasi-organisasi kepemudaan
seperti GMNI, CGMI, GEMA-45 aktif melakukan demonstrasi, mimbar massal dan aksi
langsung untuk membubarkan aksi perploncoan yang terjadi di kampus. Waktu itu
aksi perploncoan merupakan aksi yang dianggap sebagai warisan kolonial dan
penjajahan, dan sebagai bangsa yang baru merdeka, kaum pemuda aktif untuk ikut
memberantas segala budaya kolonial dan penjajahan yang buruk. Namun hal ini
tidak berlangsung lama, karena Orde Baru segera naik tahta kekuasaan,
membungkam organisasi-organisasi kepemudaan dan mengembalikan budaya
perploncoan. Dan masih banyak contoh-contoh peran aktif pemuda yang tak asing dengan
perpolitikan dan sejarah yang mungkin tidak bisa disebutkan dalam tulisan ini.
Anak Kandung Orde Baru
Tidak bisa ditampik, saya adalah anak kandung yang
dibesarkan oleh Orde Baru, bahkan ketika Orde Baru dipercaya runtuh, namun
warisan-warisan dan hasil usaha rejim tangan besi Soeharto/militer selama
puluhan tahun tidak runtuh berbarengan dengan jatuhnya Soeharto. Seperti
pengumuman kemerdekaan tahun 1945 dan berdirinya negara Republik Indonesia
sebagai pemegang kekuasaan baru tidak serta merta membuat seluruh wilayah
Republik Indonesia sekarang tahu bahwa mereka telah merdeka dan mendapat
penguasa baru yang satu bangsa dengan mereka saat itu juga—hei, waktu itu belum
ada internet! Dan untuk mengabarkan kemerdekaan ke seluruh wilayah Indonesia
perlu waktu yang tidak sebentar dan usaha yang tidak mudah di tengah usaha
negara-negara pemenang perang yang ingin menguasai tanah ini kembali.
Sebelum mengalami guncangan sosio-kultural-politis dalam dua
tahun terakhir, saya termasuk yang disebut dengan remaja: yang hanya
menghabiskan waktu dengan perilaku konsumtif. Sebelum berpikiran bahwa Orde
Baru adalah yang menghasilkan perilaku konsumtif saya, saya berpikiran bahwa
perilaku konsumtif ini disebabkan oleh bombardir spectacle/simulacra yang
menghiasi segala ruang hidup dimana pun. Sesungguhnya kegelisahan-kegelisahan
generasi saya akan perilaku konsumtif cukup bisa ditangkap, namun seringkali
penyebabnya dicurigai sebagai persoalan pribadi individu masing-masing, bukan
hal yang terstruktur dan sistematis. Kita bisa melihat beberapa suara remaja
menghujat perilaku konsumtif, memandang rendah orang-orang yang selalu
menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan, melihat dengan perasaan miris
orang-orang yang memamerkan diri berada di suatu tempat yang eksotis dan keren
atau memamerkan barang mereka di sosial media, namun apakah perilaku konsumtif
itu salah?
Menurut saya perilaku konsumtif tidaklah salah bila
dibarengi dengan kesadaran politik dan sejarah yang cukup tinggi. Apakah dengan
mengembalikan kesadaran politik kepada remaja akan ada penggerak yang cukup
untuk melakukan perubahan? Menurut saya, itulah yang mesti dicoba sebagai
eksperimen sosial. Namun bisa jadi usaha eksperimen sosial ini hanya dianggap
sebagai gaya hidup baru oleh para remaja, seperti yang ditakutkan tulisan
pertama.[]
Daftar Pustaka
Pradipa P Rasidi; Mengidolakan Negara, Mempasrahkan
Tanggungan | Youth Proactive http://youthproactive.com/201412/speak-up/mengidolakan-negara-memprasahkan-tanggungan/
Perploncoan-Pendidikan Penindasan Sistematis Peninggalan
Kolonial | Bumi Rakyat https://bumirakyat.wordpress.com/2014/01/02/perploncoan-pendidikan-penindasan-sistematis-peninggalan-kolonial/