Kamis, 26 Januari 2012

Ketika Mencoba Keluar


Ketika Kita Mencoba Keluar



                Ada sebuah dilema besar sebenarnya yang baru-baru ini menghantui semangat gue buat berevolusi. Dilema ini membuat keraguan gue semakin besar dan besar hingga gue gak bisa bernapas.
                Yang pertama adalah harapan gue berevolusi adalah lewat komunitas sepeda. Dan pada akhirnya gue dikecewakan dengan kenyataan bahwa seseorang merusak semuanya. Seseorang yang gue harap bisa diam dan menyimak saja kini menikam gue dari belakang. Mendepak gue, menganggap gue seolah-olah adalah sampah yang perlu dibuang. Parasit.
                Padahal gue menemukan teman-teman yang menarik. Dan pada akhirnya gue putuskan untuk mundur sajalah. Untuk sementara.
Tapi yang gue pertanyakan, apa di sana gue bisa jadi diri sendiri?
                Dan pada dasarnya gue gak mau kembali pada dunia yang gue tempatin sekarang. Ini dikarenakan beberapa alasan:
1.       Passion gue dengan teman-teman gue selalu berbeda. Bayangin aja ketika elo hidup diantara orang-orang yang berbeda hobby. Bakal merasa sendirian.
2.       Ada seorang cewek yang selalu membayangi gue terus. Menganggap gue harus menghilang dari muka bumi. Iya, dia gak menerima gue.
Dan dari dua alasan itulah, gue gak mau kembali. Dan ketika gue harus kembali, gue gak bisa jadi diri sendiri. Memakai topeng.
Mungkin karena dulu gue lebih suka bergaul dengan orang-orang yang notabene bukan teman sekelas gue. Dan mereka-mereka ini pun tidak berada di lingkungan yang sama lagi dengan gue. Sehingga kita mereka sudah gak bersama gue lagi, gue merasa sendirian. Dan ini berlanjut sampe sekarang.
1.       Saat santunan sumpah pemuda kemarin, gue lebih akrab dengan para ketuanya. Ketimbang temen-temen gue yang sama jadi panitia.
2.       Gue ikut komunitas musik yang orang-orangnya emang bukan dari kelas gue semua.
What should I do?
Gue terus saja bertahan dalam kesendirian. Dan membiarkan gue gak nyaman dengan ini.
Hingga suatu hari, gue berjanji pada diri sendiri bakal keluar dari komunitas ini dan berkarya di luar.
Dan ketika ada sebuah jalan, gue kira ini bukan kesempatan gue.
Tapi gue belum menyerah. Ada seseorang yang harus gue kejar, yang terus berlari dengan bahasa inggris.

Intinnya gue gak pantes buat nyalahin orang. Kayak gue gak pernah punya dosa aja.
Udah ah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar