Filmnya akan dibahas satu persatu, jadi kemungkinan bakal
panjang berjilid-jilid seperti novel dan film Harry Potter. Namun saya hanya
akan mengingat dan menerangkan detil-detil yang saya ingat saja tentang
filmnya. Soalnya ada film yang mungkin sudah setahun lebih bersemayam dalam
hardisk.
Alasan menyimpan? Entahlah. Awalnya mungkin karena sayang
saja karena sudah didonlot bergiga-giga, namun dihapus begitu saja. Ada
beberapa yang saya simpan karena filmnya sendiri sangat memorable, lalu ada
yang saya simpan karena film itu sebuah prekuel, bila film sekuelnya sendiri
telah keluar dan saya tak ingat bagaimana kejadian prekuelnya saya bisa melihat
kembali. Ada pula film-film yang saya simpan untuk saya bagikan kepada
orang-orang sebagai bentuk (niatnya sih) propaganda. Hahaha.
Mungkin setelah menulis daftar ini, saya akan menghapusnya
karena bisa saja saya akan dilaporkan ke pihak berwajib dan kena UU ITE yang
sudah memakan korban lumayan banyak itu.
1. Frances Ha (2012)
Frances Ha itu menyenangkan, meskipun first impress ketika
melihatnya sebagai film hitam-putih mengharuskan menguatkan niat untuk melanjutkan
filmnya. Film ini sendiri saya pikir termasuk film bertema coming of age
(dimana saya sangat suka sekali dengan tema ini), namun tidak dibawakan dengan
nuansa depresif. Tokoh utamanya sendiri awalnya menghadapi hidup dengan naif,
lalu bertubrukan dengan kenyataan masyarakat kapitalisme neoliberal kontemporer
yang membuatnya sementara jatuh tersungkur. Lalu perlahan-lahan ia mulai
beradaptasi dengan dunia yang menghilangkan kemanusiaan kita ini. Tapi saya
heran sih, tokoh utamanya tetap ceria begitu. Hahaha.
2. Alkinemokiye (2012)
Film ini adalah film dokumenter yang menyoroti para pekerja
di Freeport Indonesia. Saya hanya ingat beberapa detil film ini, salah satunya
adalah bagaimana kritik film ini terhadap upah yang dibayarkan Freeport
Indonesia terhadap pekerja tambangnya di Indonesia yang lebih rendah daripada
pekerja tambang Freeport di negeri lain, apalagi tambang Freeport di Papua
termasuk tambang emas yang menghasilkan hasil tambang yang paling besar di
Indonesia.
3. Belakang Hotel
Film ini satu produksi dengan film Alkinemokiye, yaitu
WatchDoc Image. Film dokumenter yang menyoroti pembangunan hotel yang masif di
Yogyakarta sehingga mengakibatkan krisis air yang menimpa warga Yogyakarta di
sekitar hotel. Seingat saya, hotel membuat sumur airnya sendiri yang lebih
besar dan menyedot air lebih besar juga dari warga, sehingga terjadi
ketidakseimbangan penggunaan air antara warga dan pihak hotel. Saya ingat
bagaimana sebuah keluarga menggunakan dua mesin pompa air untuk mendapatkan air
dari sumur namun hasilnya tidak bisa diharapkan.
4. Cart
Cart adalah film fiksi asal dari negeri Gingseng, Korea. Film ini konon terilhami dari peristiwa nyata, bercerita tentang pemogokan buruh kontrak supermarket besar yang menuntut diangkat sebagai pekerja tetap. Menurut saya film ini lumayan berhasil mengangkat kondisi buruh kontrak dimanapun, termasuk di Indonesia. Saya ingat bagaimana film ini tidak hanya menggambarkan intrik-intrik pihak supermarket untuk mensabotase pemogokan, namun film ini juga mengangkat keadaan keluarga para buruh di rumah, dimana dua hal ini bukan hal yang terpisah bila kita berbicara kondisi buruh di era kapitalisme kontemporer hari ini.
5. Kala Benoa
Kala Benoa merupakan film produksi WatchDoc yang dibuat dalam rangkaian Ekspedisi Indonesia Biru. Menyoroti gerakan penolakan reklamasi Teluk Benoa, sang filmmaker mendekati para nelayan yang beroperasi di teluk Benoa yang bakal menerima dampak dari reklamasi. Penonton juga dibawa melihat proyek reklamasi sebelumnya di salah satu bagian Bali yang mengakibatkan bencana lingkungan yang sampai hari ini belum ada bentuk penangannya. Itu saja yang saya ingat.
6. Samin vs Semen
Seingat saya, ini adalah film pertama WatchDoc yang saya tonton. Menyoroti warga pegunungan Kendeng yang menolak pembangunan pabrik semen di daerah mereka. Saya lupa detil-detilnya, tapi yang jelas pembangunan pabrik semen itu membuat warga desa terbagi dua kubu yang saling bermusuhan, sedang sebelum pabrik semen hadir mereka hidup rukun. Setelah diterima presiden Jokowi di Istana Negara pada awal Agustus ini, ternyata bukan menjadi akhir yang bahagia bagi masyarakat Kendeng. Perjuangan masih panjang, dan semangat warga Tegaldowo ini tetap teguh, tak pernah luntur, meskipun saya percaya menaruh kepercayaan pada elit pemerintahan itu beresiko tinggi.
7. Inside Job (2010)
Saya jadi ingat menyimpan film ini karena saya gak benar-benar paham dengan isinya saat pertama kali menontonnya (apalagi subtitle yang ada berbahasa inggris). Kalau tidak salah film ini muncul menjadi salah satu nominasi piala Oscar. Inside Job sendiri menyoroti krisis ekonomi besar yang terjadi di Amerika pada tahun 2008 lalu. Setelah film ini sendiri, saya juga mendapati film-film yang menyoroti hal yang sama (The Big Short (2015), Where to Invade Next (2015)). Dan setelah menonton rangkaian film-film ini, saya jadi tau bahwa Bank adalah setan yang nyata.
8. The Intern (2015)
Film komedi romantis yang segar dan digarap cukup bagus. Temanya cukup segar menyoroti fenomena perusahaan digital yang sedang seksi-seksinya di mata investor, juga tentang fenomena “bapak rumah tangga”. Pemainnya apalagi, sekaliber Anne Hathaway dan Robert de Niro. Tidak cheesy-cheesy amat, dan tidak juga membuat kita kagum setengah mampus, tapi masih bisa kita nikmati dengan segelas capcin dingin yang kita beli di pinggir jalan.
9. The Martian (2015)
Selain saya ingat ini film Ridley Scott, entah kenapa saya ingatnya malah Matt Damon. Dalam waktu yang berdekatan Matt Damon bermain di film bertema luar angkasa dua kali yang sebelumnya bermain di Interstellar-nya Christopher Nolan (Jessica Chastain juga bermain dalam film yang sama ternyata). Saya ingat bagaimana Matt Damon berhasil membuat kentang tumbuh di dataran tandus Mars, lalu kemudian alam yang kejam merampas kebahagiaannya. Ah, saya jadi ingin menonton lagi.
10. Steve Jobs (2015)
Svngkem sama Aaron Sorkin, sang penulis naskah. Apa yang saya ingat apalagi kalau bukan selain dialog-dialog yang tajam yang berhasil memainkan emosi saya. Apalagi pemainnya sekaliber Michael Fassbender dan Kate Winslet. Sepertinya sudah tidak perlu diperbincangkan lagi kekaguman saya. Namun apa itu semua berlebihan ya? Ngomong-ngomong Aaron Sorkin juga sempat bekerja sama dengan sutradara sekaliber David Fincher dan membrojolkan sebuah karya pertama Fincher yang saya tonton pertama kali: The Social Network.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar