Senin, 08 Agustus 2016

Everyday of Politics II: Suatu Hari di Toko Serba Ada



Disinilah saya berada, di sebuah minimarket sedang membeli rokok. Pelayannya merupakan seorang perempuan yang kelihatannya habis lulus dari SMA. Wajahnya terlihat kurang ramah, saya memkalumi, mungkin sudah seharian dia berada di balik kasir dan sendirian. Atau mungkin belum dikontrak resmi oleh perusahaan setelah berbulan-bulan magang.

Soal status belum-sudahnya kontrak ini, saya jadi teringat dua orang adik kelas saya. Satunya bekerja di hotel bintang tiga selama setahun lebih, namun statusnya belum dikontrak oleh perusahaan. Kemudian satunya sebelum bulan puasa dan dapat THR, ia dipecat dan telah 8 bulan ia bekerja. Dua-duanya sama-sama tidak memiliki serikat pekerja.

Saya jadi penasaran, sebenarnya berapa bulan sih maksimal seseorang itu berstatus magang, dan harus dikontrak resmi oleh perusahaan? Maka saya mengunjungi situs perburuhan yang sering membuat tulisan-tulisan advokasi terhadap buruh, Solidaritas.net.

Sayang saya tidak menemukannya, namun ada satu tulisan berita di Solidaritas.net[1] yang menggambarkan peran serikat pekerja sangat vital untuk berhadapan dengan manajemen perusahaan yang lalim. Sudah kelihatan tidak ada harapan bagi dua orang adik kelas saya di atas, karena mereka tidak memiliki serikat.
Namun menurut Hukum Online[2], masa magang dibatasi sampai dengan maksimal setahun, setelah itu harus putusan yang jelas dari perusahaan, apakah ia diangkat menjadi pekerja kontrak atau pekerja tetap.

“Rokoknya satu, mbak,” ujar saya pada kasir perempuan minimarket ini. Dan ia langsung memberikan sebungkus rokok kepada saya ketika saya sibuk mengeluarkan uang dari dompet.

Sesungguhnya saya merasa sedikit berdosa ketika membeli rokok di tempat itu. Rasa solidaritas itu muncul (apalagi saya belajar kekiri-kirian!). Sejujurnya saya memutuskan membeli rokok di tempat itu, karena tidak ada lagi warung yang buka, dan juga saya tidak memiliki uang pecahan kecil yang seringkali membuat sulit warung-warung di pinggir jalan untuk memberi kembalian.

Namun pada akhirnya, hari ini dan seterusnya, saya tidak akan berbelanja di minimarket tersebut karena terbukti tidak berperikemanusiaan terhadap pekerjanya. Ini sebuah bentuk solidaritas yang hari ini cukup mahal untuk diberikan para individualis-individualis produk masyarakat kapitalistik. Lagian ini merupakan salah satu bentuk perlawanan terakhir seorang manusia, selain menuliskannya dan menyebarkannya. Meskipun para bos memang dituntut oleh sistem harus menindas para pekerja, tapi ya yang namanya penindas ya tetap penindas. Rebut alat produksi!***

[1] PT SANKHOSA Indonesia Gunakan Buruh Magang Lebih Dari Dua Tahun | Solidaritas.net http://www.solidaritas.net/2016/06/pt-sankhosa-indonesia-gunakan-buruh-magang-lebih-dari-dua-tahun.html

Bacaan Lanjut:

Kisah Buruh Melawan Kondisi Kerja Kontrak | Solidaritas.net http://www.solidaritas.net/2016/04/kisah-melawan-kondisi-kerja-kontrak.html
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar