Hikayat Kadiroen: sebuah novel by Semaoen
My rating: 2 of 5 stars
Riwayat Semaun saat-saat jaman awal-awal pergerakan (kebangkitan bangsa) benar-benar inspiratif. Mulai umur 14 tahun, ia sudah mengikuti pergerakan politik dengan bergabung Sarekat Islam Surabaya. Pada umur 15 tahun masuk ISDV dan Serikat Buruh Kereta Api Surabaya (VSTP). Pada umur 18 tahun ia menjadi dewan pimpinan Serikat Islam dan ketua SI Semarang. Pada umur 21 tahun, ia menjadi ketua Partai Komunis Indonesia yang pertama.
Novel ini pun ditulis saat ia berada pada jaman pergerakan saat itu (1920). Saya selalu percaya, karya sastra selalu menggambarkan keadaan pada jaman tersebut, sehingga kita bisa mengambil pelajaran sejarah secara tak langsung. Menarik juga ketika Semaun bercerita ada beberapa pejabat kolonial asal Belanda ada yang baik budinya, dan ada pula yang benar-benar memiliki motif yang buruk. Penggambaran berimbang ini sama sekali berbeda dengan penggambaran jaman penjajahan saat saya SD, dimana saya menggambarkan pihak Belanda sebagai pihak yang paling bengis dan kejam. Yang kedua adalah Semaun juga menggambarkan perilaku feodal para priyayi dan bangsawan yang maunya memikirkan dirinya sendiri dan tidak mau memikirkan masyarakatnya. Perilaku feodal, sayangnya masih kita temukan hari ini terhadap para pejabat-pejabat yang tidak mau melayani masyarakatnya. Sesungguhnya inilah penyebab saya tidak suka dengan kekuasaan yang tidak berimbang diantara manusia.
Untuk istilah-istilah lawas sendiri saya tak kesulitan, karena sebelumnya membaca Tetralogi Buru dan novel Tan Malaka yang baru (Tan: Sebuah Novel). Jalan ceritanya sendiri memang mudah tertebak, namun tidak menutup semangat pergerakan di dalam jiwa penulis yang memang tokoh pergerakan awal. Saya selalu suka dengan arsip-arsip lama.
View all my reviews
My rating: 2 of 5 stars
Riwayat Semaun saat-saat jaman awal-awal pergerakan (kebangkitan bangsa) benar-benar inspiratif. Mulai umur 14 tahun, ia sudah mengikuti pergerakan politik dengan bergabung Sarekat Islam Surabaya. Pada umur 15 tahun masuk ISDV dan Serikat Buruh Kereta Api Surabaya (VSTP). Pada umur 18 tahun ia menjadi dewan pimpinan Serikat Islam dan ketua SI Semarang. Pada umur 21 tahun, ia menjadi ketua Partai Komunis Indonesia yang pertama.
Novel ini pun ditulis saat ia berada pada jaman pergerakan saat itu (1920). Saya selalu percaya, karya sastra selalu menggambarkan keadaan pada jaman tersebut, sehingga kita bisa mengambil pelajaran sejarah secara tak langsung. Menarik juga ketika Semaun bercerita ada beberapa pejabat kolonial asal Belanda ada yang baik budinya, dan ada pula yang benar-benar memiliki motif yang buruk. Penggambaran berimbang ini sama sekali berbeda dengan penggambaran jaman penjajahan saat saya SD, dimana saya menggambarkan pihak Belanda sebagai pihak yang paling bengis dan kejam. Yang kedua adalah Semaun juga menggambarkan perilaku feodal para priyayi dan bangsawan yang maunya memikirkan dirinya sendiri dan tidak mau memikirkan masyarakatnya. Perilaku feodal, sayangnya masih kita temukan hari ini terhadap para pejabat-pejabat yang tidak mau melayani masyarakatnya. Sesungguhnya inilah penyebab saya tidak suka dengan kekuasaan yang tidak berimbang diantara manusia.
Untuk istilah-istilah lawas sendiri saya tak kesulitan, karena sebelumnya membaca Tetralogi Buru dan novel Tan Malaka yang baru (Tan: Sebuah Novel). Jalan ceritanya sendiri memang mudah tertebak, namun tidak menutup semangat pergerakan di dalam jiwa penulis yang memang tokoh pergerakan awal. Saya selalu suka dengan arsip-arsip lama.
View all my reviews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar