Senin, 29 Agustus 2016

Saya Adalah Anak Kandung Depolitisasi Orde Baru Kepada Pemuda




Ada tulisan menarik yang kemarin saya baca mengenai perbandingan antara pemuda sekarang dengan pemuda jaman setelah perang mempertahankan kemerdekaan (saya tuliskan di daftar pustaka). Pada tulisan pertama disebutkan bahwa upaya depolitisasi Orde Baru terhadap pemuda yang berlangsung selama puluhan tahun membuat pemuda sekarang tidak ada sama sekali, yang ada hanya remaja. Bila sebutan pemuda disematkan pada orang-orang muda yang sangat dekat sekali dengan dunia politik, sedangkan remaja adalah makhluk yang jauh sekali dari politik. Politik bagi remaja adalah hal yang “jauh di atas sana”, menganggap segalanya baik-baik saja, segalanya sudah diatur oleh pemerintah, mereka terasing dan untuk mengisi waktu luang mereka melakukan hal-hal yang konsumtif—menerima dan menghabiskan. Remaja tidak tertarik dengan perubahan, tidak tertarik untuk mengkritisi negara, dan berminat hanya pada gaya hidup (lifestyle) dan hiburan.

Pada tulisan kedua, menarik untuk disebutkan salah satu contoh kaum pemuda yang tidak asing dengan politik pada jaman demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin. Disebutkan bahwa organisasi-organisasi kepemudaan seperti GMNI, CGMI, GEMA-45 aktif melakukan demonstrasi, mimbar massal dan aksi langsung untuk membubarkan aksi perploncoan yang terjadi di kampus. Waktu itu aksi perploncoan merupakan aksi yang dianggap sebagai warisan kolonial dan penjajahan, dan sebagai bangsa yang baru merdeka, kaum pemuda aktif untuk ikut memberantas segala budaya kolonial dan penjajahan yang buruk. Namun hal ini tidak berlangsung lama, karena Orde Baru segera naik tahta kekuasaan, membungkam organisasi-organisasi kepemudaan dan mengembalikan budaya perploncoan. Dan masih banyak contoh-contoh peran aktif pemuda yang tak asing dengan perpolitikan dan sejarah yang mungkin tidak bisa disebutkan dalam tulisan ini.

Anak Kandung Orde Baru

Tidak bisa ditampik, saya adalah anak kandung yang dibesarkan oleh Orde Baru, bahkan ketika Orde Baru dipercaya runtuh, namun warisan-warisan dan hasil usaha rejim tangan besi Soeharto/militer selama puluhan tahun tidak runtuh berbarengan dengan jatuhnya Soeharto. Seperti pengumuman kemerdekaan tahun 1945 dan berdirinya negara Republik Indonesia sebagai pemegang kekuasaan baru tidak serta merta membuat seluruh wilayah Republik Indonesia sekarang tahu bahwa mereka telah merdeka dan mendapat penguasa baru yang satu bangsa dengan mereka saat itu juga—hei, waktu itu belum ada internet! Dan untuk mengabarkan kemerdekaan ke seluruh wilayah Indonesia perlu waktu yang tidak sebentar dan usaha yang tidak mudah di tengah usaha negara-negara pemenang perang yang ingin menguasai tanah ini kembali.

Sebelum mengalami guncangan sosio-kultural-politis dalam dua tahun terakhir, saya termasuk yang disebut dengan remaja: yang hanya menghabiskan waktu dengan perilaku konsumtif. Sebelum berpikiran bahwa Orde Baru adalah yang menghasilkan perilaku konsumtif saya, saya berpikiran bahwa perilaku konsumtif ini disebabkan oleh bombardir spectacle/simulacra yang menghiasi segala ruang hidup dimana pun. Sesungguhnya kegelisahan-kegelisahan generasi saya akan perilaku konsumtif cukup bisa ditangkap, namun seringkali penyebabnya dicurigai sebagai persoalan pribadi individu masing-masing, bukan hal yang terstruktur dan sistematis. Kita bisa melihat beberapa suara remaja menghujat perilaku konsumtif, memandang rendah orang-orang yang selalu menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan, melihat dengan perasaan miris orang-orang yang memamerkan diri berada di suatu tempat yang eksotis dan keren atau memamerkan barang mereka di sosial media, namun apakah perilaku konsumtif itu salah?

Menurut saya perilaku konsumtif tidaklah salah bila dibarengi dengan kesadaran politik dan sejarah yang cukup tinggi. Apakah dengan mengembalikan kesadaran politik kepada remaja akan ada penggerak yang cukup untuk melakukan perubahan? Menurut saya, itulah yang mesti dicoba sebagai eksperimen sosial. Namun bisa jadi usaha eksperimen sosial ini hanya dianggap sebagai gaya hidup baru oleh para remaja, seperti yang ditakutkan tulisan pertama.[]


Daftar Pustaka

Pradipa P Rasidi; Mengidolakan Negara, Mempasrahkan Tanggungan | Youth Proactive http://youthproactive.com/201412/speak-up/mengidolakan-negara-memprasahkan-tanggungan/

Perploncoan-Pendidikan Penindasan Sistematis Peninggalan Kolonial | Bumi Rakyat https://bumirakyat.wordpress.com/2014/01/02/perploncoan-pendidikan-penindasan-sistematis-peninggalan-kolonial/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar