Rabu, 10 Agustus 2016

Bagaimana Menggambarkan Patah Hati



Sekarang jam terantuk pada pukul dua dini hari. Sepertinya waktu yang pas untuk membahas pada hal-hal semacam ini. Mungkin juga tidak, siapa tau?

Saya suka sekali dengan film-film bertema coming of age. Barusan saya telah menonton film The Diary of a Teenage Girl (2015) sampai buyar. Saya juga sempat membaca daftar film-film coming of age yang wajib ditonton (menurut yang membuat daftar). Lagipula saya pikir, karena hollywood terus menerus memproduksi film-film bertema coming of age, sepertinya saya tidak sendirian untuk menyukai film ini.

Saya malah teringat soal patah hati. Saya pikir patah hati merupakan salah satu unsur yang tidak pernah lepas dari tema coming of age. Semua orang mengalami patah hati, hampir dipastikan. Tetapi apakah sebenarnya patah hati itu sebuah ungkapan yang benar? Sejak kapan sih ungkapan patah hati digunakan? Apa itu semacam bentuk konstruksi sosial sehingga menjadi sebuah sistem masyarakat? Atau mungkin patah hati merupakan produk evolusi? Jika patah hati merupakan sebuah mekanisme pertahanan diri, mengapa seringkali ada orang-orang yang tidak siap untuk menerima patah hati? Sepertinya saya merasa persoalan ini sangat mengganggu, karena menurut saya sih ada beberapa orang yang siap dengan patah hati dan beberapa orang yang tidak siap menerimanya.

Saya memiliki seorang kakak perempuan. Ia telah berkeluarga dan memiliki satu anak kecil yang lucu. Namun hingga hari ini kondisi kejiwaannya belum stabil karena mengalami trauma atas patah hati yang ditinggalkan seseorang di dalam hatinya. Mungkin beberapa waktu ia akan stabil, namun kadang kestabilan jiwanya akan terguncang, dan itu tidaklah mengenakkan.

Saya juga mengalami peristiwa patah hati yang tidak menyenangkan juga. Saya juga melakukan hal-hal yang bodoh saat itu, contohnya mengumbarnya di sosial media. Sungguh saya menyesal dengan sangat dalam sempat melakukan hal-hal bodoh seperti itu. Sejujurnya saya tak mau mengingat hal-hal memalukan seperti ini, namun ada nuansa mistis ketika menceritakannya kembali. Ada rasa berdesir ketika menulis hal ini lagi. Semoga saja mengingat-ingat hal-hal seperti ini tidak menjadi hal yang buruk, tetapi berbuah manfaat.

Pada akhirnya kita akan merasa berhati-hati dan khawatir bila ada sebuah hati yang retak karena segala perbuatan kita, sebab kita pernah mengalami hal itu dan mengalami peristiwa yang sangat buruk setelahnya. Ini mirip sekali dengan retorika posmodern: kita takkan pernah bisa merasa bebas bila kita tak pernah merasa terkekang.***

ps: saya merekomendasikan film bertema coming of age, Palo Alto (2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar