Selasa, 18 Desember 2012

Gaya Desain Asli Indonesia


Sebenernya mau bahas film Indonesia yang terbantu dengan promosi di Twitter. Sehingga akhir-akhir ini banyak film lokal yang layak ditonton daripada film-film horor yang udah dihujat banyak orang. Para penggiat film ini gak kayak Major label musik Indonesia ya, yang semuanya cenderung pada ngejar materi, jadi musik yang ditampilkan di tv-tv itu itu aja, gak ada pilihan. Meskipun masih ada film-film horor esek-esek yang masih bermunculan di bioskop Indonesia, tapi akhir-akhir ini muncul judul-judul film yang layak ditonton macam 5 cm. Tapi karena di Oshi belum ada space buat film, maka dari itu gue bahas yang lain aja hehehe.

Gue sebagai orang yang belajar desain grafis secara otodidak lumayan tau beberapa gaya desain. Ya, cuma gue bersyukur banget bisa tau nama gaya desainnya apa, meskipun gak semuanya. Ada Swiss Style,


Rada ragu juga ini namanya Swiss Style, soalnya pernah baca ulasannya sedikit dan itupun bahasa inggris -__-

Lalu ada gaya Italy


Entah ini beneran apa enggak namanya Italy Style, tapi begitulah orang yang pertama kali ngenalin gue ke dunia grafis menyebutnya. Dan ada gaya retro/vintage yang lagi gelutin sekarang.


Ciri-cirinya yang khas, lalu pembuatannya yang relatif mudah (kecuali yang bikin karikaturnya). Gue belajarnya pun ngawur, jadi hasilnya mungkin gak maksimal. Kebanyakan desainnya Oshi pake style ini, dan blog gue http://orangeofcake.blogspot.com pake gaya ini (meski template nya gratisan hahaha). Cari tutorialnya pun gampang-gampang susah, karena kebanyakan bahasa Inggris. Oke, ini yang terakhir, Wedha's Pop Art.

http://p32n.deviantart.com/art/TRAVIS-IN-WPAP-FULL-COLOUR-183498881
Atau lebih terkenal dengan WPAP, sebuah seni pop (pop art) asli Indonesia. Udah lama gue tau namanya, sempet juga baca tutorialnya namun saat itu gue belum tertarik. Kemudian gue bertemu dengan blognya mas @dzofar http://twitter.com/dzofar yang notabene adalah orang yang udah cukup lama bergabung dengan komunitasnya, dan dilihat dari latar belakangnya dia juga otodidak sama dengan gue. Dan disitulah gue tertarik untuk belajar ini, namun belum dapet tutorial yang pas dalam kapasitas beginner seperti gue.

Menurut gue sih ini karena pada dasarnya WPAP itu memakai teknik tracing dan gue sendiri jarang banget pake teknik tracing untuk wajah orang. Hahaha. Mungkin yang paling gampang adalah plagiat dulu karya WPAP orang, baru kita dapet esensinya. Hahaha. Soalnya gue pikir komposisi warna yang digunakan itu gak baku, ini yang gue anggep sulit. Kadang banyak merahnya, kadang putihnya lebih banyak. Tapi kalo dari artikelnya Indonesia Kreatif ini, buat mas Wedha kayaknya itu gampang sekali :D


Wedha Pop Art Portrait: Komunitas Asal Indonesia yang Melanglang Buana

30 Juni 2012 | Views (3847)
Teks: Early Rahmawati | Sumber foto: wedhahai.deviantart.com
Apa yang Anda pikirkan ketika melihat berbagai foto orang-orang terkenal dengan potongan-potongan warna yang bervariasi dan artistik? Pastilah kita ingin tahu bagaimana cara membuatnya.
Ya, itulah jenis pop art foto wajah seseorang, yang tentunya harus dengan resolusi kuat sebagai medianya. Di luar negeri terutama di USA, kita kenal seniman pop art Andy Warhol yang terkenal. Tetapi jangan salah, ternyata di Indonesia pun kita punya tokoh pop art portrait yang sangat concern untuk mengembangkan komunitas pecinta jenis seni yang satu ini, yaitu Wedha Abdul Rasyid, sehingga jenis pop art yang diciptakannya pun diberi nama Wedha Pop Art Portrait (disingkat WPAP).
Secara garis besar WPAP adalah gaya ilustrasi potret manusia (biasanya figur-figur terkenal) yang didominasi bidang-bidang datar marak warna yang diletakkan di depan, tengah, dan belakang untuk menimbulkan dimensi. Dimensi itu sendiri dibentuk dari garis-garis imajiner tegas di mana bentuk wajah, posisi elemen-elemen anggota wajah, dan proporsinya tetap sama dengan potret aslinya. Proses tracing kreatif yang digunakan tidak tunduk 100 persen pada apa yang sedang di-trace.
Pada sekitar tahun 1990-1991, Wedha mengilustrasikan wajah manusia sebagai kumpulan bidang-bidang datar yang dibentuk oleh garis-garis. Di dalam proses manual, beliau menemukan cara yang mudah dan makin lama semakin mudah. Tapi semakin mudah cara yang beliau temukan, semakin ragu untuk mengatakan bahwa apa yang dihasilkan ini cukup bernilai untuk disebut sebagai karya seni. Pada kenyataannya, karyanya ini mulai digemari pembaca, bahkan pada beberapa kesempatan banyak musisi dunia mengagumi karyanya. Tetapi tetap saja Wedha menganggap karyanya hanyalah untuk memenuhi tugas beliau sebagai ilustrator. Perasaan ini membelenggunya sehingga tidak langsung dipublikasikan secara luas.
Memasuki tahun 2007, beberapa orang kenalan berhasil meyakinkan Wedha bahwa mereka sampai sekarang masih menyukai dan merasa kangen dengan tampilnya lagi karya yang pada mulanya beliau beri nama Foto Marak Berkotak itu. Puncaknya terjadi pada 22 Juni 2007, di mana waktu itu seorang ketua jurusan DKV Universitas Multimedia Nusantara bernama Gumelar yang sengaja ditemui Wedha, mengatakan bahwa dia yang sudah melanglang jagad itu, baru kali ini melihat karya semacam karya Wedha dan melabelkan gaya ini sebagai gaya Wedha. Bahkan beliau berkewajiban untuk meluaskan gaya WPAP ini (yang dikatakan sebagai terobosan baru) kepada semua orang, agar ada yang melanjutkan.
Sejak saat itulah Wedha mulai bersemangat untuk menyebarluaskan karya dan cara pembuatan WPAP ini. Sampai akhirnya pada tahun 2009 lahirlah Komunitas WPAP atau lebih dikenal sebagai WPAP Community, yang ternyata digemari dan digilai oleh banyak sekali ilustrator ataupun desainer di Indonesia, serta menyemangati mereka untuk semakin banyak lagi membuat karya WPAP.
Bahkan WPAP yang dulunya hanya memamerkan dan menjual karya Wedha pribadi, sejak tahun 2010 berhasil menjual karya-karyanya di Java Jazz Festival hingga tahun 2012, di mana kemudian yang dipamerkan dan dijual bukan cuma karya Wedha tetap juga karya anggota komunitas WPAP lainnya seperti Mas Itock Soekarso, Sungging Priyanto, Gunawan, Ronnie, Wahyu, dll. Hingga kini komunitas WPAP semakin berkembang di berbagai kota di Indonesia.
Selain itu sejak beberapa tahun terakhir ini WPAP juga berpartisipasi dalam Jakarta Clothing, Jakarta Biennale (pameran di Taman Ayodya pada tahun 2011 lalu), diliput berbagai media nasional dan juga internasional, di antaranya pernah dipamerkan di Bremen oleh PPI Bremen dan juga disiarkan keberadaannya melalui Radio PPI Dunia (www.radioppidunia.org), juga mulai ditawarkan sebagai karya yang layak dikoleksi di negara-negara Amerika Latin dan Rumania (melalui komunitas komik di sana). Pada tahun 2012 ini, WPAP melalui Satu Indonesia melakukan pameran dan pembelajaran teknik pembuatan di 12 kota di Indonesia (walaupun sebenarnya jika kita searching di youtube akan ada link tutorial pembuatan WPAP).
Karya-karya WPAP dapat dinikmati melalui website: wpapcommunity.com. Komunitas ini juga semakin mengukuhkan dirinya sebagai komunitas yang peduli dengan nasionalisme di mana mereka juga membuat berbagai karya pop art atas berbagai kesenian Indonesia seperti Tari Pendet (Bali), Tari Piring (Minangkabau), serta wajah para Kepala Suku di Papua, dll yang membuat kita semakin mencintai Indonesia dengan berbagai sentuhan warna yang semarak.
Selain itu WPAP Community juga membentuk grup di sosial media seperti Facebook:https://www.facebook.com/groups/174825662538009/ dan juga dapat dikontak melalui Twitter: @WPAPCom, sehingga semua kalangan di Indonesia maupun dari luar negeri yang menggemari jenis karya ini dapat saling berinteraksi antar anggota, saling belajar, dan mampu mendapatkan hasil atas karyanya melalui penjualan poster, kaos, kalender, dan berbagai merchandise lain dari desain yang telah dibuat.
Satu hal yang juga sangat istimewa adalah komunitas ini sangat bernuansa kekeluargaan, di mana Wedha yang notabene sudah senior berlaku layaknya bapak bagi para generasi muda yang menggemari karya seni ini. Ke depannya, mudah-mudahan karya WPAP ini semakin digemari dan semakin tersebar luas di mancanegara, tentunya dengan tanpa merugikan para desainer anggota WPAP yang telah membuat karya yang begitu indah ini! (*)


Sebenernya gue gak usah nulis ini, mereka pun udah gak butuh dukungan lagi karena komunitasnya udah gede banget. Hahaha. Nembaknya pun gak main-main, ada yang nembak di JakCloth lalu ada yang nembak Java Jazz yang notabene dua festival dengan komunitas indie yang berbeda. Tapi gue pikir bagi orang-orang yang bergelut di dunia grafis, khususnya tracing wajah harus tau bahwa ada gaya seni yang bener-bener asli Indonesia layaknya batik yang perlu dilestarikan dan dibanggakan :)

As seen on Orange Cake Creative on Tuesday

2 komentar:

  1. beneran ntu mas bro?
    ternyata kreatif juga yak anak anak Indonesia ini?

    BalasHapus
  2. Mas Rivai
    Ya beneranlah. Komunitasnya sampek gede gitu. Dari dulu juga orang Indonesia emang kreatif. Emang situ bukan orang Indonesia? :O

    BalasHapus