Senin, 14 Januari 2013

Big Data, Remarkable, Jenius Dunia, dan Visi


Postingan ini bakal panjang. Kenapa? Gak papa sih, perasaan aja ini bakalan panjang. Sepanjang apa? Sepanjang perjalanan gue move on dari de ep.

Serangan Big Data

http://www.symmetrymagazine.org/article/august-2012/particle-physics-tames-big-data

Era internet semakin lama semakin memberatkan. Kenapa? Karena serangan big data informasi yang terus menerus ada setiap harinya. Orang-orang di seluruh planet berlomba-lomba untuk menjadi yang tercepat dalam menyampaikan informasi, takutnya mereka akan menadi basi dan dilupakan orang lain.
Gue sendiri menjadi korban. Setiap hari apa yang gue buka di internet gak terlalu berdampak positif dengan bisnis gue. Kadang gue sendiri ditarik oleh medan magnet untuk mengonsumsi terus menerus dengan big data itu, entah itu media berupa tulisan, music atau yang paling hebat, video.



Pada dasarnya tips untuk melawan ini sederhana aja sih, disortir. Disortir mana yang lebih membuat kita bertambah positif dan mana yang cuman bisa membuat kita menjadi konsumtif. Tapi dilemanya adalah,
"Kita gak pernah tau kalo orang yang kamu palingkan adalah orang yang bakal membantumu mewujudkan cita-citamu"

Gue punya prinsip untuk tidak selalu meremehkan orang lain--pada dasarnya gue orang yang meremehkan orang lain. Dan gue pikir serangan big data ini mengenalkan kita pada orang lain lebih banyak juga, and we never know jika suatu saat ketika kita juga menyortir orang, kita juga melewatkan suatu kesempatan yang tidak pernah kita tahu.

Diskriminasi memang hal yang paling gue benci, tapi persamaan bahasa, lingkungan dan budaya memang menentukan pemikiran-pemikiran menjadi persatuan. Per-sotir-an yang gue maksudkan gue hanya perlu mengonsumsi big data dari orang-orang yang sama dengan pemikiran dan minat gue. Dari sini gue mikir sih, kok bisa ya orang-orang mendirikan Negara Indonesia yang jelas-jelas budayanya di setiap daerah berbeda?

"Pada dasarnya bukan memaksakan persatuan, tapi mengangkat adanya persamaan dan menurunkan perbedaan"

Remarkable

http://www.epicparent.tv/5-remarkable-qualities-of-a-parent/

Gue tadi nonton ceramahnya Seth Godin, seorang pakar marketing kalo gak salah di Ted.com. Kurang up to date sih, karena ceramahnya di Februari tahun 2003. Dia berbicara tentang masalah orang-orang yang terlalu banyak dijejali oleh jutaan mereka hingga orang jadi muak dan gak peduli karena mereka kehabisan waktu untuk memilih. Orang sudah jenuh.

Jadi bagaimana menembus semua itu, jadilah remarkable. Menjadi suatu yang membuat orang berpendapat hal itu aneh dan di luar kebiasaan. Namun pada dasarnya orang-orang yang menganggap sesuatu itu remarkable sangat sedikit. Orang-orang itu oleh Seth Godin disebut sebagai Otaku, seorang maniak. Kalo bahasa gaul 2012 disebut sebagai Geek. Ada juga yang menyebutnya sebagai Hipster, tapi bahasa marketingnya mereka adalah Early Adopter. Orang-orang seperti gue dan juga banyak yang lain. Dan polanya, ketika para Otaku ini sudah banyak yang memakai suatu produk maka perlahan-lahan akan menuju produk massal oleh sistem kapitalisme dan ditinggalkan oleh para Otaku.

Banyak sudah contohnya, untuk generasi gue sendiri contohnya adalah Pee Wee Gaskins. Ketika PWG berhasil menembus tv dengan idealisme indie-nya, semua orang mengikuti, PWG menjadi produk massal dan mereka ditinggalkan oleh para Otaku yang menganggap sudah basi dan terlalu mainstream.
Gue sendiri sih gak terlalu mendewakan posisi dari para Geek, Hipster, Otaku atau apalah itu, soalnya gue baca artikel dari mas Gentole seorang blogger di tahun 2010 dimana pada dasarnya kaum Hipster dan Alay--yang notabene berlawanan layaknya AntiMainstream-Mainstream itu sama saja. Hanya saja ada kecenderungan bahwa kaum Mainstream, Alay atau bahasa sekarang Ababil ini disudutkan dan diremehkan.

Kasus yang menarik adalah Peter Says Denim, dimana PSD dewasa ini menjadi produk massal dengan munculnya berbagai produk bajakan di pasar-pasar induk di seluruh pulau jawa. Namun kemudian PSD bertindak dengan memunculkan kampanye anti-pembajakan yang salah satunya mendiskreditkan orang-orang yang memakai bajakan. Sehingga para Hispter, Geek, Otaku masih belum mau membuang PSD.
Kembali ke Remarkable. Sebenernya pelajaran Early Adopter ini pernah gue dapetkan dari Pandji di ebooknya "HOW I SOLD 1000 CDs IN 30 DAYS" dimana dia juga menerangkan siapa-siapa aja para Otaku ini. Jadi pada dasarnya ini bukan hal yang baru bagi gue, hanya saja gue belum bisa menerapkannya.

Jenius Dunia

http://begeniustv.com/Be_Genius_TV.html

Kali ini gue menceritakan sebuah tempat pendidikan. Beberapa hari yang lalu ini menjadi topik yang gue pikirkan. Jadi di suatu daerah ada sebuah tempat pendidikan khusus yang mengatur masalah ilmu ruhani. Jika dilihat dari luar dari pengajar dan lingkungannya masih tradisional sekali terkesan tidak up todate. Pendidikannya sendiri 12 tahun lalu di akhir ada pendidikan akhir yang diajar langsung oleh sang Guru.

Lalu seorang anak laki-laki masuk ke situ dengan sikap moderatnya. Seharusnya dia ditempa selama 12 tahun dan  dijaga agar ruhaninya tidak tercemar, namun karena ada kebijakan tertentu dia hanya menempuh selama 7 tahun. Sikap moderat dari lingkungannya dahulu membuat dia merasa tidak cocok dengan pendidikan yang dia jalani, namun dia merasa tidak mau mengecewakan ortunya yang menyekolahkan dia di sini.

Di tahun kelima saat dia menempuh tahun keduabelas dari tahun pelajaran pada umumnya, dia baru tau jika harapan Sang Guru adalah dari pendidikan ini bisa muncul jenius-jenius dunia.

Namun barulah di tahun ketujuh setelah dia bertemu dengan salah seorang kakak seperguruan yang seumuran ayahnya barulah dia bertanya, "Jenius dunia menurut siapa? Jenius dunia seperti siapa?"
Gue sendiri punya paham, sebuah mimpi, keyakinan apabila tidak digambarkan dengan jelas ibarat mengejar sesuatu yang tidak ada. Ibaratkan jenius dunia ini adalah sebuah cita-cita, emang yang dimaksudkan dengan jenius dunia yang mana nih? Kan jenius dunia itu banyak.

Ada jenius pada zaman kejayaan Yunani, layaknya Plato. Ada jenius di jaman Renaissance, kayak Leonardo Da Vinci. Ada juga jenius jaman kejayaan Islam, Algazel. Ada jenius jaman Industri Inggris, Isaac Newton. Atau jenius abad 21, Steve Jobs. Jadi yang mana nih? Semuanya?

Namun anak laki-laki ini yakin sekali yang dimaksud adalah jenius dunia saat kejayaan Islam di Timur Tengah dan Andalusia. Namun pikiran moderatnya tidak pernah berpikir sampai ke situ sebelumnya, membuat dia menyesal dan menyalahkan para gurunya. Kenapa dalam 12 tahun itu, gak ada seorang pun yang menerangkan kejeniusan-kejeniusan para jenius dunia macam Algazel? Why Algazel menjadi seorang yang jenius? Apa yang membuatnya menjadi jenius?

Hatinya kemudian marah dan bergetar. Salah seorang teman yang dianggapnya nyambung dengan pemikirannya pun terlihat tak peduli ketika dia membicarakan topik ini. Namun anak laki-laki ini tak berhenti berharap, he knows bahwa dia harus melakukan sesuatu.

"Adaptasi selalu perlu waktu, revolusi juga perlu waktu"

Visi

http://arifpanduwinata.blogspot.com/2012/10/langkah-membuat-visi-dan-misi_3897.html

Seorang entrepreneur harus punya visi. Seorang pendiri Startup harus punya visi yang jelas. Seorang pemilik perusahaan harus tau mau dibawa kemana perusahaannya.

Pada dasarnya alasan utama gue dan Orange Cake bergerak dari Olshop biasa menjadi sebuah dukungan terhadap komunitas indie, terutama musik adalah karena Schitzo Apparel. Sebenernya Schitzo sendiri adalah penemuan jalan bagi gue terhadap rasa penasaran ke lingkaran Kevin Aprillio yang membawa sebuah komunitas musik yang besar di masa lalu mereka.

Dari Schitzo yang gue kenal sekitar pertengahan tahun 2012 dengan konsep retro namun berpaham medieval dengan menggunakan istilah-istilah medieval. Maka gue memutuskan untuk mengikuti jejaknya untuk mempelajari medieval dan bagaimana kebudayaannya. Pada saat itu juga gue mengamati perkembangan Vandaria, dimana tahun 2012 mereka agresif sekali melakukan promosi. Gue suka juga pemikiran Ami Raditya, sang foundernya tentang menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Akhirnya gue berusaha membawa Orange Cake untuk bergabung dengan Vandaria, untuk lebih medieval lagi ketimbang Schitzo. Tapi ternyata harus dimulai dari nol lagi karena gue gak mau kehilangan ke-otentik-an dari Orange Cake, maka gue memakai istilah-istilah dengan Bahasa Belanda mulai dari Oranje Eiland, Krijgers maupun Ridder.

Namun di penghujung tahun 2012 gue menemukan komunitas dimana Music, Distro dan Clothing sangat didewakan membuat gue terlalu asyik memelajarinya dan melupakan proyek Vandaria gue sendiri. Tapi gue bersyukur dengan mengenal mereka, gue jadi yakin sendiri tentang pilihan gue di Clothing. Gue memulai membuat produk lagi, tak hanya sekedar membagi-bagikan katalog. Lebih terkonsep lagi dengan desain retro. Lebih tahu lagi tentang cerita-cerita para pionir pendukung-pendukung musik keras di Indonesia.

Pada akhirnya sekarang gue berpikir tentang kembali ke Medieval, apakah ikut Vandaria lagi atau enggak gue juga masih menimbang. Namun gue liat sekarang popularitasnya entah mengapa hampir gak ada kabarnya sama sekali.

----------------

Untuk Orange Cake sendiri sekarang ini bergerak di dua hal, blog dan ecommerce.

Pertama, untuk blog gue pengennya menumbuhkan kesadaran untuk mendukung produk lokal. Jadi misinya bakal mempromosikan barang-barang distro lokal.

Kedua, untuk menumbuhkan semangat pantang menyerah di diri kaum muda yang punya mimpi.

Ketiga, untuk membawa produk Indonesia ke pasar luar negeri.

Keempat, saling berkolaborasi terhadap sesama clothing lokal Indonesia khususnya di Jombang.

--------------------

Link-link menarik:

Rahasia @Shopatever (Everindo) Mendapat 1000+ Transaksi Dalam 5 Bulan di Ebay dengan Modal Rp 2 Juta


Sedikit Cerita Dari Female Daily


Tidak ada komentar:

Posting Komentar