Kyaaaaaaaaa. Akhirnya gue liat perform-nya Raisa!!!
Oke, review sedikitlah. Raisa tentu saja mempesona dong. Suaranya itu loh, semuda gitu udah punya suara bagus kayak gitu. Sayangnya karena itu pertama kali gue liat performnya Raisa, gue kaget kalo Raisa menyebarkan sebuah doktrin.
Yah, gue setuju-setuju aja sih sama pemikirannya. Dia idealis dan muda. Dia mengaku lebih suka penyanyi jaman-jaman lawas daripada penyanyi jaman sekarang yang cuma ngandalin rhtym disco.
Yah, well gue rada gak setuju di situ. Bukan karena gue membela musik mainstream, tapi karena orang-orang memilih musik mainstream atau non mainstream itu bukan terletak di strata sosialnya. Tapi karena lingkungannya. Dan menurut gue gak ada yang namanya lingkungan yang baik atau buruk dalam kehidupan bermusik. Kenapa?
Karena musik adalah selera. Ibaratnya ketika lo merasa gak cocok dengan lingkungan lo maka lo bakal berontak dan melarikan diri dari lingkungan itu.
Yang kedua, karena musik itu jatahnya sendiri-sendiri. Ada musik yang buat hiburan, ada musik yang cuma buat cari makan dan ada musik yang bener-bener dipelajari.
So, saling hujat. Saling memamerkan itu hal yang sia-sia sih sebenernya. Dan gue gak menyalahkan mereka yang saling hujat maupun saling membanggakan, toh itu semua hanya fanatisme yang dipengaruhi oleh umur dan pola pikir.
Yah, gue maklum deh sama Raisa soalnya dia kan masih 2 tahun lebih tua dari gue. Hehehe. Tapi gue tetep kagum sama suaranya, dan berharap suatu hari ada seorang vokalis idealis kayak Raisa yang sepaham sama gue :)
------------------------------------------------------
Seperti yang yang kalian warga Surabaya yang tau, UPH atau Universitas Pelita Harapan terletak di dalam mall. Nah gue yang baru tau dan nyadar, ya langsung kaget. Itu sangat tidak mainstream, sodara-sodara.
Jadi acara kemarin itu penutup dari rangkaian acara Festival UPH masing-masing kota, jadi Raisa semacam tur keliling kota gitu :3
Dan intinya festival kemarin adalah UPH tidak mengadakan MOS Mahasiswa dengan Ospek seperti universitas kebanyakan, bahkan terkadang seperti ajang perploncoan. Jadi para mahasiswa baru ini dikerjain dengan cara menggarap sebuah acara-yang bisa dihitung dengan acara yang besar.
Jadi itu seperti nice idea buat pekan ta’aruf nya DF, dkk. Muahahahaha. Tapi sayang yang diberi tanggung jawab, Keshi gak semangat sekali ditambah dia yang awalnya semangat buat liat Raisa akhirnya gak jadi ikut. Kan sayang sekali kan.
Pelajaran kedua yang gue bisa ambil adalah Paduan Suaranya!
Jadi Paduan Suara UPH ini lebih menekankan sisi etnik musikalnya. That’s cool padahal notabene kebanyakan mereka peranakan Tionghoa semua yang tumbuh besar di antara hiruk pikuk metropolitan macam Surabaya yang sulit menerima hal-hal yang berbau tradisional.
Yah, mungkin gara-gara instrukturnya juga sih. Instrukturnya ini juga orang sipit juga masalahnya. Dan itulah kenapa mereka keren :D
Yah. Well. Gue gak terlalu kaget sih sebenernya. Dulu gue juga sempet pengen menerapkan Paduan Suara macam gitu di sini. Tapi ternyata buat gue itu sulit banged.
Dulu sih sempet ada kesempatan buat ngerubah paradigma Paduan Suara yang udah-udah dengan Paduan Suara yang emang bener-bener Paduan Suara. Tapi ngeliat semangat yang diajar, gue jadi minder sendiri :|
Mungkin itu juga cita-citanya Kang Munyin dengan melatih Choir singkatnya DF, dkk. Meskipun ekspetasi gue terhadap perform mereka sama aja kayak sebelumnya, tapi entah kenapa ada ide konsep sesuatu yang beda dari sebelumnya di situ. Nah inilah namanya semangat :)
Beberapa contoh choir yang asyik :)
Udah ah.
Oke, review sedikitlah. Raisa tentu saja mempesona dong. Suaranya itu loh, semuda gitu udah punya suara bagus kayak gitu. Sayangnya karena itu pertama kali gue liat performnya Raisa, gue kaget kalo Raisa menyebarkan sebuah doktrin.
Yah, gue setuju-setuju aja sih sama pemikirannya. Dia idealis dan muda. Dia mengaku lebih suka penyanyi jaman-jaman lawas daripada penyanyi jaman sekarang yang cuma ngandalin rhtym disco.
Yah, well gue rada gak setuju di situ. Bukan karena gue membela musik mainstream, tapi karena orang-orang memilih musik mainstream atau non mainstream itu bukan terletak di strata sosialnya. Tapi karena lingkungannya. Dan menurut gue gak ada yang namanya lingkungan yang baik atau buruk dalam kehidupan bermusik. Kenapa?
Karena musik adalah selera. Ibaratnya ketika lo merasa gak cocok dengan lingkungan lo maka lo bakal berontak dan melarikan diri dari lingkungan itu.
Yang kedua, karena musik itu jatahnya sendiri-sendiri. Ada musik yang buat hiburan, ada musik yang cuma buat cari makan dan ada musik yang bener-bener dipelajari.
So, saling hujat. Saling memamerkan itu hal yang sia-sia sih sebenernya. Dan gue gak menyalahkan mereka yang saling hujat maupun saling membanggakan, toh itu semua hanya fanatisme yang dipengaruhi oleh umur dan pola pikir.
Yah, gue maklum deh sama Raisa soalnya dia kan masih 2 tahun lebih tua dari gue. Hehehe. Tapi gue tetep kagum sama suaranya, dan berharap suatu hari ada seorang vokalis idealis kayak Raisa yang sepaham sama gue :)
------------------------------------------------------
Seperti yang yang kalian warga Surabaya yang tau, UPH atau Universitas Pelita Harapan terletak di dalam mall. Nah gue yang baru tau dan nyadar, ya langsung kaget. Itu sangat tidak mainstream, sodara-sodara.
Jadi acara kemarin itu penutup dari rangkaian acara Festival UPH masing-masing kota, jadi Raisa semacam tur keliling kota gitu :3
Dan intinya festival kemarin adalah UPH tidak mengadakan MOS Mahasiswa dengan Ospek seperti universitas kebanyakan, bahkan terkadang seperti ajang perploncoan. Jadi para mahasiswa baru ini dikerjain dengan cara menggarap sebuah acara-yang bisa dihitung dengan acara yang besar.
Jadi itu seperti nice idea buat pekan ta’aruf nya DF, dkk. Muahahahaha. Tapi sayang yang diberi tanggung jawab, Keshi gak semangat sekali ditambah dia yang awalnya semangat buat liat Raisa akhirnya gak jadi ikut. Kan sayang sekali kan.
Pelajaran kedua yang gue bisa ambil adalah Paduan Suaranya!
Jadi Paduan Suara UPH ini lebih menekankan sisi etnik musikalnya. That’s cool padahal notabene kebanyakan mereka peranakan Tionghoa semua yang tumbuh besar di antara hiruk pikuk metropolitan macam Surabaya yang sulit menerima hal-hal yang berbau tradisional.
Yah, mungkin gara-gara instrukturnya juga sih. Instrukturnya ini juga orang sipit juga masalahnya. Dan itulah kenapa mereka keren :D
Yah. Well. Gue gak terlalu kaget sih sebenernya. Dulu gue juga sempet pengen menerapkan Paduan Suara macam gitu di sini. Tapi ternyata buat gue itu sulit banged.
Dulu sih sempet ada kesempatan buat ngerubah paradigma Paduan Suara yang udah-udah dengan Paduan Suara yang emang bener-bener Paduan Suara. Tapi ngeliat semangat yang diajar, gue jadi minder sendiri :|
Mungkin itu juga cita-citanya Kang Munyin dengan melatih Choir singkatnya DF, dkk. Meskipun ekspetasi gue terhadap perform mereka sama aja kayak sebelumnya, tapi entah kenapa ada ide konsep sesuatu yang beda dari sebelumnya di situ. Nah inilah namanya semangat :)
Beberapa contoh choir yang asyik :)
Udah ah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar