Ada sebuah kisah yang selalu terngiang-ngiang di ingatan
saya yang disampaikan oleh semacam pengajian modern yang diinisiasi oleh
TED—oke, lucu juga menyebutnya pengajian. Kisah itu adalah sebuah pengalaman
personal narasumbernya ketika mengaji bersama soal feminisme saat jaman bliyo
kuliah pasca-sarjana.
Begini kira-kira kisahnya. Suatu hari ada 2 perempuan yang
terlibat percakapan dalam kelompok belajar (study group). Satu perempuan kulit
putih dan satunya perempuan kulit hitam. Perempuan kulit putih berkata, “Semua
perempuan mengalami opresi yang sama sebagai wanita. Semua perempuan berada di
suatu situasi yang sama dalam patriarki. Maka semua wanita mempunyai semacam
solidaritas atau persaudaraan intuitif.”
Lalu perempuan kulit hitam menjawab, “Saya tak begitu yakin.
Aku akan menanyakan sesuatu padamu.”
Jadi perempuan kulit hitam bertanya kepada perempuan kulit
putih, “Saat kau bangun tidur dan bercermin, apa yang kau lihat?”
Jawab perempuan kulit putih, “Seorang perempuan.”
“Nah itu masalahnya. Karena saat saya bangun tidur dan
melihat di cermin. Saya melihat perempuan kulit hitam. Buatku ras tampak nyata.
Tapi untukmu tidak.” Jawab perempuan kulit hitam.
Kemudian dia mengatakan sesuatu yang mengejutkan. Katanya, “Seperti
itulah hak istimewa (privilege). Tidak kelihatan bagi yang memilikinya.”
Itulah kenyamana bagi orang kulit putih di situ, tidak perlu
memikirkan soal ras sepanjang waktu. Hak istimewa itu tak terlihat bagi yang
memilikinya.
Waktu itu narasumber hanya satu-satunya lelaki di dalam
lingkaran kelompok belajar tersebut. Jadi ketika bliyo menyaksikan hal itu,
bliyo berkata, “Oh tidak. “
Lalu seseorang berkata, “Reaksi macam apa itu?”
Bliyo berkata, “Ketika saya bangun dan melihat ke cermin.
Saya melihat seorang manusia. Saya orang yang general. Saya lelaki kulit putih
kelas menengah. Tanpa ras, kelas, gender. Saya dapat digeneralisikan secara
universal.”
Narasumbernya adalah Michael Kimmel. Bisa dilihat di sini.
Menarik untuk disimak, karena selain Michael menyampaikannya dengan cara yang
menyenangkan, Michael juga ikut mendukung keterlibatan lelaki dalam
memperjuangkan kesetaraan gender (gender equality). Saya pernah dengar bahwa
mendukung keterlibatan lelaki dalam memperjuangkan kesetaraan gender adalah
sebuah penemuan feminisme paling mutakhir, karena mereka mempelajari kesalahan
feminisme gelombang sebelumnya yang tidak menyertakan peran lelaki.
Hal-hal ini jadi mengingatkan saya sama Emma Watson, aktris
cantik-idola-kita-semua ini ditunjuk PBB untuk ikut berkampanye dalam
mengikutkan peran serta lelaki dan diberi judul HeForShe. Saya sebenarnya belum
baca apa-apa tentang HeForShe—bahkan belum nonton pidatonya Em, tapi kalau
melihat trennya memang sudah banyak lelaki ikut peran serta dalam keseteraan gender.
Tapi ya begitu, dalam dunia kekiri-kirian juga banyak
perdebatan feminisme tersendiri. Nah hal ini yang pengen saya pahami dulu
sebenarnya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar