Jadi ada sebuah majalah bernama Alkautsar. Saya pernah
melamar kerja di majalah ini, namun ditolak. Menurut orang penolakan itu
normal, tapi bagi saya itu menyakitkan juga pada akhirnya. But anyway, itu
tidak penting sebenarnya. Penolakan adalah hal yang normal, tapi membuat sebuah
majalah kolektif itu hal yang lain.
Alkautsar pada suatu waktu membuat sebuah kampanye untuk
membudayakan membaca pada warga Shiddiqiyyah. Hal ini berlangsung lama sekali,
namun saya ragu kampanye ini berlangsung hingga sekarang. Mungkin puluhan kali
Pak M, salah seorang guru saya menyampaikan kampanye budaya membaca ini, sampai
saya bosan mendengarnya. Tidak ada yang salah dengan kampanye budaya membaca,
toh saya suka membaca, namun saya meragukan niat Alkautsar untuk membangun
budaya membaca.
Apa saja yang dilakukan Alkautsar untuk membangun budaya
membaca? Hanya mengajak-ngajak lewat suara Pak M? Hanya menulis ajakan di dalam
majalah tersebut? Hanya dengan slogan-slogan kosong tanpa adanya tindak lanjut
dari slogan tersebut? Apa mereka menggunakan slogan itu hanya untuk mendongkrak
penjualan majalah saja? Oh, tentu saja tidak.
Jika Alkautsar serius membangun budaya membaca, maka
harusnya mereka ikut membangun sebuah tempat dimana semua orang bisa memiliki
akses bacaan: perpustakaan. Itu langkah yang cukup kongkrit, namun tidak cukup
hal tersebut saja. Kalau mereka lebih serius, mereka juga akan membangun sebuah
kelas-kelas membaca, acara-acara untuk merayakan literasi dan juga diskusi-diskusi
ilmiah dengan dipandu para ahli. Namun apakah mereka melakukan hal tersebut?
Oh, tentu saja mereka melakukannya.
Apakah sudah terlambat seratus tahun untuk melontarkan
kritik ini? Semoga saja tidak. Tabik.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar