Rabu, 08 Juni 2016

Alkautsar dan Budaya Membaca



Jadi ada sebuah majalah bernama Alkautsar. Saya pernah melamar kerja di majalah ini, namun ditolak. Menurut orang penolakan itu normal, tapi bagi saya itu menyakitkan juga pada akhirnya. But anyway, itu tidak penting sebenarnya. Penolakan adalah hal yang normal, tapi membuat sebuah majalah kolektif itu hal yang lain.

Alkautsar pada suatu waktu membuat sebuah kampanye untuk membudayakan membaca pada warga Shiddiqiyyah. Hal ini berlangsung lama sekali, namun saya ragu kampanye ini berlangsung hingga sekarang. Mungkin puluhan kali Pak M, salah seorang guru saya menyampaikan kampanye budaya membaca ini, sampai saya bosan mendengarnya. Tidak ada yang salah dengan kampanye budaya membaca, toh saya suka membaca, namun saya meragukan niat Alkautsar untuk membangun budaya membaca.

Apa saja yang dilakukan Alkautsar untuk membangun budaya membaca? Hanya mengajak-ngajak lewat suara Pak M? Hanya menulis ajakan di dalam majalah tersebut? Hanya dengan slogan-slogan kosong tanpa adanya tindak lanjut dari slogan tersebut? Apa mereka menggunakan slogan itu hanya untuk mendongkrak penjualan majalah saja? Oh, tentu saja tidak.

Jika Alkautsar serius membangun budaya membaca, maka harusnya mereka ikut membangun sebuah tempat dimana semua orang bisa memiliki akses bacaan: perpustakaan. Itu langkah yang cukup kongkrit, namun tidak cukup hal tersebut saja. Kalau mereka lebih serius, mereka juga akan membangun sebuah kelas-kelas membaca, acara-acara untuk merayakan literasi dan juga diskusi-diskusi ilmiah dengan dipandu para ahli. Namun apakah mereka melakukan hal tersebut? Oh, tentu saja mereka melakukannya.

Apakah sudah terlambat seratus tahun untuk melontarkan kritik ini? Semoga saja tidak. Tabik.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar