Minggu, 22 Juli 2012

Oranje Eiland: The Land of Ridders

William Church, Jr. memandang pamannya dengan gelisah. Diusap-usapnya tangannya yang berkeringat sambil memandang pamannya dan para pelaut yang sedang sibuk bongkar muat kapal. Dan setelah pekerjaannya selesai, akhirnya Jonathan memperhatikan keponakannya.

 

“Hei, Will. Kemarilah!” panggil Jonathan. Merasa dipanggil, William berlari kecil untuk menghampiri pamannya.

 

“Ada apa, paman?”

 

“Ayo masuk, kita akan segera berlayar!”

 

--------------

 

Perjalanannya tidak singkat namun cukup berkesan. William yang baru pertama kali berlayar dengan kapal sangat terpesona dengan Black Tulip yang besar dan kokoh. dia berlari mengarungi dek kapal, menyapa para pelaut dan memandang laut biru yang terbelah hingga angin utara membuat rambutnya berkibar dan hampir menerbangkan topinya.

 

Dia juga mempunyai kawan baru yang sepantaran dengannya, Andrew. Andrew adalah anak seorang janda pemilik Black Tulip yang dikenalkan oleh Jonathan. Mereka duduk di salah satu sisi dek kapal dan bercerita satu sama lain tentang diri mereka masing-masing.

 

“Apa? Kau baru pertama kalinya pergi ke pulau Oranje?” tanya Andrew tak percaya.

 

“Iya. Memangnya kenapa?” tanya William.

 

 

“Wah. Kau harus tau apa itu Ridder!”

 

“Wow. Bukankah itu para ksatria penunggang kuda yang terkenal?”

 

“Benar. Dan aku ingin sekali menjadi bagian dari mereka. Mereka sangat keren!”

 

“Sayang, aku belum pernah melihat mereka..”

 

“Apa? Wah kau harus melihat mereka!”

 

“Apakah mereka sekeren itu?”

 

“Tentu saja! Ayahku pernah bercerita kalau merekalah yang menemukan pulau Oranje dengan menaklukkan para perompak di sana…

 

Mereka pandai bermain pedang. Mereka juga mahir memanah! Aku pernah melihat mereka berhasil memanah seekor merpati hidup dari jarak yang sangat jauhhh sekali!”

 

“Wow. Kelihatannya keren!”

 

“Tentu saja, Will! Tahun ini Ibuku akan memasukkanku ke Akademi dan aku akan menjadi Oranje Ridder!”

 

William tak bisa tidur memikirkan kata-kata Andrew tentang Oranje Ridder. Dia penasaran sekali dengan kehebatan mereka sesuai dengan cerita Andrew. Namun dia masih bertanya-tanya dengan keinginan Andrew untuk menjadi Oranje Ridder. Apakah semudah itu menjadi seorang ksatria?

 

“Belum tidur, Will?” tiba-tiba Jonathan masuk ke kamarnya.

 

“Belum, paman” jawabnya pelan.

 

“Tidurlah. Besok pagi kita akan sampai” Jonathan menarik selimut William dan kemudian beranjak keluar.

 

“Errr. Paman Joe?” panggil William tiba-tiba.

 

“Iya? Ada apa, Will?”

 

“Apa paman mau bercerita tentang Oranje Ridder?”

 

“Ksatria pulau Oranje?” William mengangguk. Jonathan pun tersenyum dan duduk di samping ranjang.

 

“Apa ibumu tidak pernah menceritakannya padamu?” tanya Jonathan.

 

“Tentang apa?”

 

“Almarhum ayahmu adalah seorang Ridder, nak”

 

William pun kaget. “Apa itu benar??”

 

“Tentu saja. Dia ksatria yang terbaik dari yang terbaik. Pemimpin legiun Vector”

 

“Apa itu legiun Vector, paman?”

 

“Itu legiun terkuat yang dimiliki oleh Oranje Ridder. Pasukannya lebih dari 500 orang, terlatih dan memiliki kemampuan yang hebat”

 

“Wow. Apa sehebat itu, paman?”

 

“Nah. Maka dari itu tidurlah, Will. Besok pagi akan ada parade. Kau bisa melihat kehebatan mereka dari jarak dekat”

 

“Baiklah…” jawab William pelan.

 

“Selamat malam, Will” kata Jonathan.

 

“Selamat malam, paman” jawab William.

 

---------------

 

Parade militer oleh Ksatria Oranje sangat meriah. Seluruh penghuni kota Allen, jantung Oranje Eiland tumpah-ruah ke jalan membentuk sebuah kerumunan yang sangat besar. William dan Andrew tak ketinggalan, mereka mendapatkan tempat yang cukup dekat untuk memperhatikan parade tersebut.

 

“Lihat, Will! Itu pasukan pemanah!”

 

Deretan pasukan pemanah berkuda tiba-tiba berhenti, menyiapkan busur panah mereka dan membidik balon-balon besar yang sudah diterbangkan ke atas.

 

“Persiapan!” terdengar aba-aba dari komandan mereka.

 

“Tembak!”

 

Puluhan anak panah berterbangan ke atas mengenai tiap-tiap balon-balon dan memuncratkan air yang telah dimasukkan ke dalamnya terlebih dahulu. Hujan kecil pun terjadi membasahi para penduduk bersorak riuh.

 

Satu persatu masing-masing legiun bermunculan, mulai dari cavalleri, crusader, pasukan berkuda, warrior, catapult hingga para komandan dengan seragam yang berbeda-beda. Atraksi mereka pun cukup beragam, ada yang berduel dengan pedang sampai dengan duel tangan kosong. William menikmati pertunjukkan itu dengan sangat terpukau, lalu dia teringat ucapan pamannya.

 

“Hei, Drew. Apa Vector Ridder sudah muncul?”

 

“Apa? Vector Ridder? Oh mereka biasa muncul paling akhir, Will”

 

“Oh…”

 

“Nah itu mereka!”

 

Sekelompok pasukan berkuda dengan baju besi perak berjalan dengan anggun. William berdebar-debar melihat mereka, namun yang paling mengejutkannya adalah seorang wanita cantik yang menunggang kuda di barisan paling depan. Kemudian perlahan mereka berhenti di tempat.

 

“Hidup para Ridder!” teriak wanita itu.

 

“Hidup!” sahut pasukan yang berada di belakang kompak.

 

Kemudian terlihat wanita tersebut diberikan sebuah tongkat panjang dan memakai pelindung kepalanya. Lalu seorang pasukan dengan perlengkapan yang sama dengan wanita itu maju sekitar 500 yard dari jarak sang wanita dan saling berhadap-hadapan.

 

Genderang perang kemudian dibunyikan bertalu-talu. Sorak riuh para penonton membahana. Dan ketika perlahan-lahan genderang dihentikan, kedua Ridder itu memacu ke depan dan saling mengacungkan tongkat panjang mereka layaknya sebuah tombak.

 

Mereka pun semakin dekat. Para penonton semakin berdebar-debar, begitu pula William. Dia merasa sangat khawatir pada wanita itu.

 

“BRAK!”

 

Kedua tombak mereka saling mengenai dada mereka masing-masing, namun salah satu penunggang kuda terhempas dari kudanya. Sorak sorai kembali bergemuruh mengetahui bahwa sang wanita tidak terjatuh dari kudanya.

 

Namun sang wanita kembali, menghampiri Ridder yang terjatuh itu. Dia turun dari kudanya dan membantu sang Ridder bangun dari jatuhnya. Sorak sorai pun riuh kembali memberi penghargaan pada sang Ridder wanita.

 

“Keren kan, Will?” tanya Andrew tiba-tiba.

 

“Sangat keren….”

 

----------------

 

“Jadi. William Church, Jr. Apakah kau tertarik untuk menjadi Oranje Ridder bersama Andrew?” tanya Jonathan setelah parade berakhir.

 

“Tentu saja, paman!” jawab William cepat.

 

“Baiklah. Aku akan menghubungi ibumu untuk kemari”

 

Beberapa hari kemudian, Leona Church mendatangi anaknya. Mengurus pendaftaran akademi buah hatinya, tapi sayangnya dia tak bisa berlama-lama menemani William di Allen, dia harus kembali untuk mengurus bisnis ayah William.

 

“Hei, Will. Kemarilah, sayang” panggil ibunya saat di dermaga.

 

“Kau seperti ayahmu, Will. Pemberani. Jagalah dirimu baik-baik dan jadilah Ridder seperti ayahmu”

 

FIN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar